BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah hal yang sangat penting
untuk diperoleh anak-anak ataupun orang dewasa. Pendidikan menjadi salah satu
modal bagi seseorang agar dapat berhasil dan mampu meraih kesuksesan dalam
kehidupannya. Mengingat akan pentingnya pendidikan, maka pemerintah pun
mencanangkan program wajib belajar 9 tahun, melakukan perubahan kurikulum untuk
mencoba mengakomodasi kebutuhan siswa. Kesadaran akan pentingnya pendidikan
bukan hanya dirasakan oleh pemerintah, tetapi juga kalangan swasta yang mulai
melirik dunia pendidikan dalam mengembangkan usahanya. Sarana untuk memperoleh
pendidikan yang disediakan oleh pemerintah masih dirasakan sangat kurang dalam
upaya memenuhi kebutuhan masyarakat akan pendidikan.
Hal ini terlihat dengan semakin menjamurnya
sekolah-sekolah swasta yang dimulai dari Taman Kanak-Kanak sampai perguruan
tinggi. Kendala bagi dunia pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang
berkualitas adalah masih banyaknya sekolah yang mempunyai pola pikir
tradisional di dalam menjalankan proses belajarnya yaitu sekolah hanya
menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kenyataan ini senada
dengan yang diungkapkan oleh Seto Mulyadi (2003), seorang praktisi pendidikan
anak, bahwa suatu kekeliruan yang besar jika setiap kenaikan kelas, prestasi
anak didik hanya diukur dari kemampuan matematika dan bahasa. Dengan demikian
sistem pendidikan nasional yang mengukur tingkat kecerdasan anak didik yang
semata-mata hanya menekankan kemampuan logika dan bahasa perlu direvisi.
B. Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian multiple intelegence ?
2. Apakah Jenis – jenis intelegensi ?
3. Bagai mana Penerapan Multiple Pada Praktik –
Praktik Pendidikan ?
C. Tujuan
Penulisan
Setelah membaca makalah ini
pembaca di harapkan dapat :
1.
Menjelaskan pengertian multiple intelegence.
2.
Menjelaskan Jenis – jenis multiple intelegensi.
3.
Untuk mengetahui Penerapan – penerapan multiple pada praktik pendidikan
D. Manfaat Penulisan Makalah
Makalah ini bermanfaat untuk
membantu pembaca dalam memahami pengertian multiple intelegensi, menjelaskan
jenis – jenis multiple intelegensi dan bagaimana menerapkan multiple pada
praktik pendidikan. Agar pembaca dapat menjadi seorang guru yang tidak hanya menilai kecerdasan anak
hanya dari prestasi yang diukur dari kemampuan matematika dan bahasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Multiple Intelegensi
Intelegensi sering diartikan
sebagai kemampuan memecahkan masalah, menggunakan logika, dan berfikir kritis.
Pengertian intelegensi seperti tersebut dikonsepsikan sebagai “raw
intelligence”. Raw intelligence merupakan pengkonsepsian intelegensi secara
sempit, namun dewasa ini masih tetap berkembang dan diacu oleh sejumlah ahli
pendidikan dan psikologi.
Di bidang psikologi dan
pendidikan, sebagian para ahli berpegang kuat pada pandangan bahwa intelegensi
yang fenomenanya berwujud intelligence Quotient (IQ) merupakan karakteristik
kemampuan umum untuk menjelaskan perbedaan tingkah laku dan belajar antar
siswa. Di asumsikan bahwa setiap individu dapat diklasifikasikan menurut
tingkatan intelegensinya. Sebagai contoh bahwa dasar asumsi tersebut digunakan
para ahli bidang pendidikan dan psikologi adalah digunakannya alat tes untuk
mengukur IQ atau raw intelligence. Salah satu alat tes yang sering digunakan di
Amerika Serikat yaitu Scholastic Aptitude Test (SAT).
Di Amerika SAT digunakan untuk menganalisis
kemampuan gramatikal dan matematika, kemampuan perbendaharaan kata dan
pemahaman bacaan siswa. SAT sebagai alat ukur oleh sebagian perguruan tinggi
Amerika digunakan untuk membantu menentukan apakah seorang siswa berkualifikasi
untuk memasuki lembaga pendidikan tertentu. Di asumsikan bahwa skor intelegensi
hasil pengukuran dengan alat SAT dapat memprediksikan prestasi siswa di lembaga
pendidikan berikutnya.
Berbeda dengan pengkonsepsian
intelegensi diatas dapat disimak dari pembicaraan di antara para praktisi
pendidikan pada umumnya mengenai intelegensi. Pertanyaan yang sering terlontar
dalam pembicaraan mereka yaitu”Siapa yang dikategorikan sebagai seseorang yang
inteligen? Seseorang disebut inteligen bilamana dalam dirinya memiliki general
intellectual yaitu kemampuan memahami, memeriksa, dan merespon stimulus dari
luar, apakah itu dalam memecahkan soal matematika dengan benar, mengantisipasi
gerakan lawan dalam permainan tenis, kemampuan memainkan alat musik sehingga
dapat memukau para penontonnya, kemampuan melakukan negosiasi bidang bisnis
sehingga karier bisnisnya berkembang dengan baik, kemampuan berorasi sehingga
berhasil dalam karier bidang politiknya, dan sejenisnya. Dalam pemaknaan
intelegensi seperti dicontohkan di atas dapat disimpulkan bahwa intelegensi
merupakan kemampuan kolektif yang dimiliki setiap individu untuk bertindak dan
bereaksi terhadap perubahan yang terjadi di dunia. Pemaknaan intelegensi
seperti itu nampaknya didukung oleh para ahli psikologi dan pendidikan dewasa
ini.
Pendapat bahwa intelegensi
merupakan suatu kemampuan yang jamak adalah sebagai hasil perkembangan ilmu
pengetahuan kognitif, psikologi perkembangan dan neuroscience. Tiga bidang ilmu
ini menyimpulkan bahwa intelegensi seseorang sebenarnya merupakan swatantra
kecakapan (faculties) yang dapat bekerja secara individual atau secara
“berorkestra” dengan yang lain (Cavin, 2000).
Menurut Gardner penambahan kata
pada redefinisi intelegensi yaitu “a biopsychological potential to process
information that can be activated in cultural” adalah penting, karena
intelegensi merupakan potensi biologis dan psikologis yang tidak dapat dilihat
atau dihitung, namun potensi tersebut dapat diaktifkan bergantung pada
nilai-nilai budaya tertentu, kesempatan yang ada dalam budaya, dan keputusan
pribadi yang dibuat oleh individu atau keluarga mereka, guru di sekolah dan
yang lainnya. Dalam teori multiple intelligence (MI) telah diidentifikasi
jenis-jenis intelegensi. Gardner dan koleganya mengidentifikasi jenis
intelegensi tersebut didasarkan pada delapan kriteria yang berakar dari
sejumlah disiplin ilmu.
Disiplin ilmu yang dimaksud
adalah ilmu biologi yang mengkaji ”the potential of isolation by brain
damage” dan “an evolutionary history and evolutionary plausible”, analisis
logic, yang mangkaji “an identifiable care operatioan or set of operation”
dan “susceptibility to encoding in symbol system”, psikologi perkembangan dengan
fokus kajiannya pada “a performance” dan “the existence of idiot savants,
prodigies, and other exceptional people”; serta akar disiplin ilmu psikologi
tradisional bdengan kajiannya pada ”support from experiental psychological
task” dan “support from psychometric finding”.
Berdasarkan atas pengunaan
kriteria tersebut, pada mulanya (tahun 1983) telah ditemukan tujuh intelegensi
yaitu intelegensi linguistic, logical-mathematic, spatial, musical,
bodily-kinesthetic, interpersonal, dan intrapersonal (Gardner, 1991), kemudian
dengan menggunakan kriteria yang sama pada akhir tahun 90-an diidentifikasi
intelegensi ke delapan yaitu naturalistic intelligence (Rose dan Nicholl, 1997,
Gardner 1999), dan juga telah dipertimbangkan intelegensi ke-sembilan dan
ke-sepuluh yaitu existential intelligence (Cavin, 2000).
B. Jenis – Jenis Multiple Intelegensi
1.
Linguistic Intelligence (Inteligensi bahasa atau verbal)
Intelegensi bahasa atau kata
adalah kapasitas seseorang untuk menggunakan kata-kata secara efektif baik
secara oral (seperti: penceritera, orator, atau politisi) atau secara tertulis
(seperti: penyair, editor, jurnalis). Intelegensi ini meliputi ablitas untuk
memanipulasi sintak atau struktur bahasa, fonologi, atau suara bahasa, makna
atau semantik bahasa, dan demensi pragmatic atau penggunaan bahasa praktis.
Beberapa penggunaan bahasa antara lain meliputi retorika, mnemonics,
explanation, dan meta bahasa.
2.
Logical-Mathematical Intelligence (intelegensi logika dan matematik)
Intelegensi logika dan matematik
merupakan kapasitas seseorang dalam menggunakan angka secara efektif (seperti:
ahli matematika, akuntan pajak, ahli statistic), dan untuk menalar dengan baik
(seperti: ilmuwan, programer komputer, atau ahli logika). Intelegensi ini
memuat kepekaan dalam pola-pola logika dan hubungan, penyataan dan preposisi
(jika-maka, sebab-akibat), fungsi dan hubungan-hubungan abstrak. Jenis-jenis
pemrosesan informasi yang menggunakan intelegensi logika matematik terdiri
atas: pengkategorian, klasifikasi, meramalkan, generalisasi, kalkulasi, dan uji
hipotesis.
3.
Visual-Spatial Intelligence (Intelegensi spasial-visual)
Intelegensi spasial-visual adalah
abilitas seseorang untuk merasakan dunia visual-spasial secara efektif (seperti
pemburu, pengintai dan pemandu), dan untuk mentransformasi persepsi pada
perilaku (seperti: decorator interior, arsitek, artis, pencipta). Intelegensi
ini mencakup sensitivitas terhadap elemen warna, garis, bagian potongan,
bentuk, ruang, dan hubungan yang terjadi antar elemen. Intelegensi ini juga
merupakan kapasitas untuk memvisualisasi atau menyajikan ide dalam bentuk
grafis visual atau spasial.
4.
Bodily-Kinesthetic Intelligence (Intelegensi bodi-kinestetik)
Intelegensi bodi merupakan
keahlian seseorang dalam menggunakan keseluruhan tubuhnya untuk mengekspresikan
ide dan perasaan (seperti: aktor, pelawak, atau badut, atlet dan penari), dan
menggunakan tangan dengan mudah untuk menghasilkan atau mentransformasi sesuatu
(seperti: ahli pembuat kapal, pemahat patung, ahli mekanik, dan ahli bedah).
Intelegensi ini meliputi keterampilan fisik khusus seperti koordinasi,
keseimbangan, ketangkasan, kekuatan, kelenturan, dan kecepatan gerak tubuh
sebaik kapasitas proprioceptive, otot, dan haptic.
5.
Musical Intelligence (Intelegensi music)
Intelegensi music adalah
kapasitas seseorang untuk merasakan (seperti pemusik afocinado), membedakan
(seperti pengkritik musik), transformasi (seperti composer), dan
mengekspresikan (seperti ahli pertunjukan) bentuk-bentuk musik. Seseorang
dengan intelegensi musik kuat mempunyai pemahaman musik top-down (global,
intuitif), pemahaman formal atau bottom-up (analitik, teknikal) atau keduanya
secara baik.
6.
Interpersonal Intelligence (Intelegensi untuk berhubungan dengan orang
lain)
Interpersonal atau intelegensi
untuk berhubungan dengan orang lain adalah abilitas seseorang untuk merasakan
dan membuat perbedaan dalam mood, intensi, motivasi, dan perasaan orang lain.
Intelegensi ini mencakup sensitivitas terhadap ekspresi muka, suara, dan
gesture, kapasitas untuk membedakan atara berbagai jenis cues interpersonal,
dan abilitas untuk merespon secara efektif terhadap cues dalam beberapa cara
prakmatik (seperti: untuk memepengaruhi kelompok orang agar mengikuti aturan
atau garis tertentu).
7.
Intrapersonal Intelligence (Intelegensi intrapersonal atau intelegensi
self)
Intelegensi intrapersonal atau
intelegensi self adalah kemampuan self-knowledge seseorang dan abilitasnya
untuk bertindak secara adaptif atas dasar pengetahuan. Intelegensi ini meliputi
keakuratan seseorang dalam penggambaran diri (kekuatan dan kelemahan diri),
kesadaran atas mood dari dalam, intense, motivasi, tempramen, dan keinginan,
kapasitas untuk mendisiplin diri, pemahaman diri, dan penghargaan diri merespon
secara efektif terhadap cues dalam beberapa cara prakmatik (seperti: untuk
mempengaruhi kelompok orang agar mengikuti aturan atau norma tertentu).
8.
Naturalistic Intelligence (intelegensi naturalistik)
Intelegensi naturalistik adalah
abilitas seseorang untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasi pola-pola yang
ada dalam alam. Intelegensi naturalistic barangkali dapat dilihat bagaimana
cara seseorang berhubungan dengan lingkungannya dan peran yang dia mainkan
dalam berhubungan dengan alam. Seseorang yang sensitif dengan perubahan pola
musim atau kemampuan beradaptasi dengan alam barangkali merupakan ekspresi
abilitas intelegensi naturalistik.
Berdasarkan pemahaman atas konsep
MI(multiple intelegen) dan delapan intelegensi sebagaimana diuraikan di depan,
maka ada empat poin pokok untuk memahami MI siswa. Empat poin pokok tersebut
yaitu bahwa intelegensi siswa: (1) merupakan sesuatu yang dinamis, terus tumbuh
dan berubah sepanjang hayat, dan bukan sesuatu yang statis yang dibawa sejak
lahir, (2) intelegensi dapat diperbaiki, diperluas, dan diperkuat, (3)
keterbatasan intelegensi dibuat oleh individu sendiri (Lazear, 1991), dan
sebagian besar potensi intelegensi seseorang terpendam (laten) dan dapat
ditingkatkan, dapat dibangun kembali, atau dikuatkan dengan cara dilatih
(Perkins dan Grotzer, 1997).
Memperhatikan empat poin pokok
dalam memahami MI siswa, ini berarti bahwa perkembangan jenis-jenis intelegensi
setiap individu akan bervariasi kualitasnya. Relevan dengan simpulan ini, hasil
penelitian menunjukkan bahwa setiap anak mempunyai tingkatan intelegensi yang
berbeda untuk setiap jenisnya (Amstrong, 1993). Hasil survey terhadap 3064
orang di AS yang dilakukan MIDAS (2000) mendukung pendapat Amstrong tersebut,
yaitu bahwa profil jenis intelegensi yang dominan kuat dimiliki mereka
terdistribusi seperti dalam tabel berikut.
C. Penerapan Multiple Pada Praktik – Praktik Pendidikan
Ada banyak praktik pendidikan
yang efek – efek positifnya terhadap pembelajaran di dukung oleh penelitian
pembelajaran maupun penelitian otak. Beberapa di antara praktik – praktik
penting ini adalah pembelajaran berbasis permasalahan, simulasi dan permainan
peran, diskusi aktif, dan tampilan visual.
Pada penerapan multiple praktik
yang pertama adalah diskusi aktif, di mana banyak topic yang cukup bagus untuk
menjadi bahan diskusi siswa. Tingkat keterlibatan kognitif dan emosional siswa
dapat menghasilkan pembelajaran yang lebih baik.
Contohnya pada kelas
kewarganegaraan sedang mempelajari pemilihan presiden Indonesia, presiden –
presiden Indonesia di pilih melalui pemungutan suara.
Ada priode di mana presiden –
presiden yang terpilih melalui pemungutan suara tidak dapat mencapai mayoritas
dari pemungutan suara oleh rakyat. Guru mengadakan diskusi kelas dengan topic
‘’ haruskah presiden Indonesia di pilih melalui pemungutan suara rakyat ?’’.
Guru memfasilitasi diskusi dengan memunculkan pertanyaan sebagai respon.
Pada penerapan multiple yang ke
dua adalah Tampilan Visual, tubuh manusia terstruktur sedemikian rupa sehingga
kita dapat memasukkan lebih banyak informasi melalui indra penglihatan di
bandingkan melalui keempat indra lainnya. Contohnya pada kelas 4 SD guru
mengajarkan tentang masalah- masalah social, guru membawa gambar – gambar yang
akan di tampilkan pada layar LCD, dan menjelaskan masalah- masalah social. Dari
penjelasan dan contoh gambar tentang masalah – masalh social maka siswa akan
lebih mudah membayangkan dan membedakan apa – apa saja yang termasuk masalah
social dalam kehidupan sehari – hari.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Intelegensi sering diartikan sebagai kemampuan memecahkan masalah, menggunakan
logika, dan berfikir kritis. Di bidang psikologi dan pendidikan, sebagian para
ahli berpegang kuat pada pandangan bahwa intelegensi yang fenomenanya berwujud
intelligence Quotient (IQ) merupakan karakteristik kemampuan umum untuk
menjelaskan perbedaan tingkah laku dan belajar antar siswa. Di asumsikan bahwa
setiap individu dapat diklasifikasikan menurut tingkatan intelegensinya.
2.
Multiple Intelegense ada delapan jenis yaitu Linguistic Intelligence (Inteligensi bahasa atau
verbal), Logical-Mathematical Intelligence (intelegensi logika dan matematik),
Visual-Spatial Intelligence (Intelegensi spasial-visual), Bodily-Kinesthetic
Intelligence (Intelegensi bodi-kinestetik), Musical Intelligence (Intelegensi
music), Interpersonal Intelligence (Intelegensi untuk berhubungan dengan orang
lain), Intrapersonal Intelligence (Intelegensi intrapersonal atau intelegensi
self), Dan Naturalistic Intelligence (intelegensi naturalistik).
3.
Ada banyak praktik pendidikan yang efek – efek positifnya terhadap
pembelajaran di dukung oleh penelitian pembelajaran maupun penelitian otak.
Beberapa di antara praktik – praktik penting ini adalah pembelajaran berbasis
permasalahan, simulasi dan permainan peran, diskusi aktif, dan tampilan visual.
B. Saran
Berdasarkan pemahaman atas konsep
MI (multiple intelegen) sebagaimana diuraikan dalam makalah ini, ada empat poin
pokok untuk memahami MI siswa. Empat poin pokok tersebut yaitu bahwa
intelegensi siswa: (1) merupakan sesuatu yang dinamis, terus tumbuh dan berubah
sepanjang hayat, dan bukan sesuatu yang statis yang dibawa sejak lahir, (2)
intelegensi dapat diperbaiki, diperluas, dan diperkuat, (3) keterbatasan
intelegensi dibuat oleh individu sendiri, dan sebagian besar potensi
intelegensi seseorang terpendam (laten) dan dapat ditingkatkan, dapat dibangun
kembali, atau dikuatkan dengan cara dilatih.